Pandemi
Covid-19 telah berlangsung cukup lama. Terhitung sejak Maret 2020, hingga kini pandemi belum jua menunjukan
tanda-tanda akan berakhir.
Kabar baik
akan hadirnya vaksin memberi harapan baru. Vaksin memang bukan obat tapi ia
mendorong kekebalan tubuh bagi setiap orang.
Selama
pandemi banyak hal yang kita pelajari tentang hidup, tentang kehilangan,
kekhawatiran, kekecewaan hingga ketidak percayaan.
Perintah
untuk tinggal di rumah melahirkan banyak hal menarik, mulai dari larisnya
produk alat masak hingga viralnya beberapa penganan yang semula tidak
diperkirakan sebelumnya.
Berikutnya
hadir pula cara kerja baru via virtual, bisnis baru via digital hingga hobi
baru yang menghasilkan cuan meski tinggal di rumah.
Meski di
tengah itu pula banyak para orang tua kebingungan menyalakan dapur karena
kehilangan pekerjaan atau berkurangnya penghasilan. Perubahan drastis, yang
adaptif mampu bertahan yang gagap ya gelagapan.
Dari sekian
banyak hal yang lahir di tengah pandemi, penulis menilik dua hal penting
terkait upaya bertahan dan bangkit secara ekonomi yaitu soal Monkey Money atau
Monkey Bussines dan Investasi Skema Ponzi.
Monkey Money
Masih ingat
Gelombang Cinta atau Batu Akik? Dua benda yang tadinya biasa saja tiba-tiba
jadi booming dan harganya melonjak, namun seiring dengan redupnya popularitas
kedua barang itu akhirnya anjlok, harganya pun turun drastis.
Beberapa
orang yang terlambat berinvestasi dalam barang-barang itu akhirnya collaps,
rugi jutaan, puluhan bahkan ratusan juta.
Gelombang
Cinta dan Batu Akik adalah salahsatu potret Monkey Money atau Monkey Bussines.
Lalu apa sebenarnya Monkey Money itu? Kita jelaskan di sini.
Meskipun
model bisnis ini berkaitan dengan monyet, tapi sama sekali tidak berhubungan
dengan aktivitas bisnis dengan mengandalkan monyet seperti bermain topeng
monyet.
Monkey
Business lebih pada istilah yang diambil dari sikap monyet yang serakah, tidak
bertanggungjawab dan ingin menang sendiri
Monkey
Business bisa diartikan sebagai strategi dengan tujuan untuk merugikan orang lain
dengan cara meningkatkan keuntungan bagi diri sendiri dengan berbagai cara. Oleh
sebab itu, bisnis model ini tergolong dirty business.
Untuk lebih
jelas dalam menggambarkan monkey business, analogi di bawah ini bisa kamu
perhatikan.
Misalkan X
adalah orang yang tajir melintir. Bersama anak buahnya ia datang ke satu
tempat. Daerah itu terdapat banyak sekali monyet.
Lalu si X
mengumumkan kepada warga sekitar untuk menangkap monyet-monyet itu dan dihargai
Rp. 50 ribu per ekornya.
Melihat
harga yang fantastis, warga pun berlomba menangkap monyet, bayangkan bila 1 ekor
Rp. 50 ribu, 10 ekor bisa Rp 500 ribu. Luar biasa pikir warga, bisa menambah
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan.
Terus
ditangkapi, monyet pun mulai langka, lalu si X memberi harga lebih mahal, kali
ini Rp. 100 ribu per ekor. Tapi situasinya beda, kali ini warga mulai kesulitan
menangkap monyet-monyet itu.
Lalu si X
pun mulai memainkan strateginya dengan menawarkan harga lebih mahal. Kali ini
Rp. 500 ribu per ekor. Meski semangat, warga tetap sulit menangkap monyet,
karena makin langka.
Si X pun akhirnya pergi ke tempat lain dan
menyerahkan urusan pada anak buahnya. Setelah itu anak buah si X mengatakan
pada warga bila warga membeli monyet padanya maka akan dihargai Rp. 350 ribu
lalu di jual ke bosnya dengan harga Rp. 500 ribu, jadi warga punya untung Rp
150 ribu per ekor.
Warga
tertarik dan mulai mengumpulkan uang dan membeli. Tapi setelah melakukan pembelian,
anak buah si X dan si X menghilang, warga merasa tertipu.
Itulah
gambaran dari monkey business, dimana si X dan anakbuahnya mengambil keuntungna
dari warga lalu kabur. Sementara warga merasa tertipu dan kehilangan uang.
Saat ini
sudah banyak sekali model-model bisnis semacam itu, dan ujungnya para pengguna
atau warga yang dirugikan.
Olehkan
karena itu, sebaiknya gunakan dana yang dimiliki dengan bisnis riiil, meski
memiliki banyak risiko. Investasi dengan model monkey business lebih sering
merugikan dibanding untung.
Skema Ponzi
Senada
dengan Monkey Money atau Monkey Bussines, investasi jenis ini juga cukup
merugikan, terlebih bila kita harus kehilangan uang ditengah pandemi yang serba
sulit. Lalu apa yang dimaksud skema ponzy itu?
Skema ponzi adalah
model bisnis yang temukan oleh Charles Ponzi pada tahun 1920. Pria
berkebangsaan Italia itu mengenmbankan model bisnis dengan investasi
menjanjikan pada klien.
Skema Ponzy
lebih sering berujung pada penipuan investasi. Awalnya en dijanjikan keuntungan
besar dengan risiko nihi. Dalam skema ini, energi perusahaan akan difokuskan
pada kemampuan untuk menggaet klien baru setiap harinya untuk berinvestasi.
Dilanisr
dari investopedia, skema ponzy pada prisnipnya adalah pemutaran uang murni dari
uang klien itu sendiri.
Model bisnis
semacam ini, jelas mengandalkan aliran dana klien untuk kemudian diputar dan
dibayarkan pada klien-klien lain, begitu seterusnya. Jika aliran dana dari
investor baru nihil maka model bisnis semacam ini akan berantakan.
Berikut ini
adalah ciri-ciri model investasi dan bisnis menggunakan skema ponzy:
Memiliki
jaminan dengan tingkat return tinggi minim resiko;
Pengembalian
keuntungan diberikan secara konsisten dengan waktu relatif cepat.;
Tidak
terdaftar dalam lembaga penjamin investasi seperti di Securities and Exchange
Commission (SEC);
Strategi
investasi lebih sering bersifat rahasia, dan digambarkan dalam model lebih
rumit dan sulit dijelaskan;
Klien kadang
tidak punya izini untuk melihat dokumen resmi untuk investasi mereka;
Klien
menghadapi kesulitan mengeluarkan uang mereka.
Praktik skema
ponzy telah berlangsung di banyak negara, termasuk Indonesia. Model ini juga
bukan baru, sudah banyak terjadi di Indonesa dan sudah menelan banyak korban.
